Setiap daerah di Indonesia memiliki warisan leluhur dengan nilai dan maknanya masing-masing, seperti kain batik dan kain ulos yang sering dikenakan di acara atau prosesi tertentu. Kain tenun menjadi salah satu warisan leluhur khas daerah Kelurahan Ntobo, Bima, Nusa Tenggara Barat. Motif yang cantik dan indah sangat menarik bagi yang melihatnya.
Di tengah tantangan modernisasi, muncul sosok inspiratif, Yuyun Ahdiyanti, yang berjuang melestarikan warisan leluhur. Dengan kecintaannya terhadap kain tenun tradisional asal daerahnya, Yuyun berinisiatif membangun usaha UKM Dina dengan visi mulia, yakni mengubah Kampung Ntobo menjadi pusat penjualan kain tenun Bima.
Sebagai seseorang yang lahir dan tumbuh di Kampung Ntobo, Yuyun tinggal dekat dengan lingkunan penenun kain. Sejak kecil, ia sudah akrab dengan benang dan motif tenun khas Bima karena sering melihat orang-orang dewasa yang menenunnya.
Namun, tradisi ini semakin memudar seiring berjalannya waktu. Generasi muda tidak lagi begitu tertarik dengan warisan ini. Oleh karena itu, Yuyun berinisiatif membangun usaha untuk meningkatkan kembali minat warga lokal maupun di luar daerah terhadap kain tenun khas Bima melalui UKM Dina.
Perjalanan membangun UKM Dina tidak mudah. Tantangan yang dihadapi melingkupi kondisi geografis Kampung Ntobo yang jauh dari pusat kota dan jalan utama provinsi yang membuatnya kurang strategis untuk pemasaran.
Meski demikian, kegigihan dan semangat selalu menyertai demi membangkitkan pesona kain tenun tradisional. Berbagai usaha dilakukan UKM Dina untuk memasarkan kain tenun Bima, mulai dari promosi door to door, menawarkan kain tenun ke berbagai instansi, hingga mengadakan arisan kain tenun.
Yuyun juga mengambil keputusan yang bisa dibilang nekat sebagai solusi bagi para penenun di kampungnya. Ia mengambil pinjaman ke bank untuk memberi modal kepada penenun. Pada awalnya, Yuyun memberikan modal sebesar 1 juta rupiah kepada sekitar 20 penenun agar setiap penenun menyetor hasil tenunnya ke UKM Dina. Kemudian hasil penjualannya digunakan untuk melunasi pinjaman. Hingga saat ini, UKM Dina telah memberdayakan sekitar 200 penenun.
Bagi Yuyun, tenun adalah simbol yang menyimpan cerita, doa, dan sejarah di setiap motifnya. Ia tidak hanya ingin kain tenun hanya menjadi pajangan museum, melainkan tetap hidup melalui kain yang dipakai dan diwariskan. Oleh karena itu, ia terus melakukan inovasi dan kreativitas dalam menciptakan motif-motif baru tanpa meninggalkan akar tradisi.
Kegigihan Yuyun bersama dengan penenun yang ia ajak akhirnya membuahkan hasil yang manis. UKM Dina berhasil mendapat pengakuan bergengsi melalui penghargaan SATU Indonesia Awards di bidang kewirausahaan. Penghargaan ini tak pernah ia sangka, mengingat ketatnya persaingan UKM, namun menjadi momentum luar biasa untuk memperkenalkan daerahnya ke lingkup nasional.
Momen berkesan dalam perjalanan usahanya adalah ketika fokus pemasaran pada rekomendasi pelanggan dan promosi dari mulut ke mulut terbukti efektif sehingga harapan dan rencana Yuyun selanjutnya adalah mengenalkan Ntobo sebagai kampung tenun agar semakin banyak wisatawan yang datang, serta memperluas pemasaran UKM Dina hingga luar negeri. Ia percaya bahwa satu orang yang berani mengambil tindakan akan memberikan kesempatan bagi komunitas agar lebih sejahtera.
Kisah inspirasi dari Yuyun dan UKM Dina ini kiranya bisa membangkitkan semangat kita sebagai generasi muda untuk mencintai budaya asli Indonesia serta melestarikannya dengan cara menggunakannya. Karena jika bukan kita yang menjaga warisan budaya, siapa lagi?
#kabarbaiksatuindonesia
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News