mahasiswa sunda yuk rawat budaya kita di tengah zaman serba cepat - News | Good News From Indonesia 2025

Mahasiswa Sunda, yuk Rawat Budaya Kita di Tengah Zaman Serba Cepat!

Mahasiswa Sunda, yuk Rawat Budaya Kita di Tengah Zaman Serba Cepat!
images info

Mahasiswa Sunda, yuk Rawat Budaya Kita di Tengah Zaman Serba Cepat!


"Silih asih, silih asah, silih asuh" merupakan slogan populer di kalangan suku Sunda. Konon, falsafah ini diajarkan oleh Prabu Siliwangi sebagai konsep hidup bagi rakyatnya.

Kalimat tersebut lahir dari kebudayaan dan karakter masyarakat Sunda yang sejak dahulu saling menyayangi, saling bertukar pengetahuan, dan saling melindungi.

Nilai-nilai ini menjadi fondasi kuat yang membentuk identitas budaya Sunda yang kaya dan harmonis. Namun, tantangan besar muncul ketika nilai-nilai tersebut mulai tergerus oleh perubahan zaman.

baca juga

Maka, yang menjadi pokok pembahasan kali ini adalah pertanyaan: bagaimana kita mempertahankan budaya Sunda di tengah arus modernitas yang terus bergerak cepat?

Bukankah sebagai generasi muda, kita seharusnya lebih peka terhadap problematika budaya yang sedang dihadapi? 

Berbicara tentang kebudayaan Sunda tidak pernah sederhana. Sejak awal muncul pertanyaan mendasar: apakah Sunda harus dipahami sebagai filsafat hidup, adat istiadat, atau bahkan agama?

Isu ini menjadi penting ketika melihat keberadaan Sunda Wiwitan, yang oleh sebagian pihak dianggap sebagai bentuk keyakinan spiritual.

Jika dipandang sebagai filsafat, Sunda berisi nilai-nilai moral sebagai pedoman hidup; jika sebagai adat, ia terlihat melalui tradisi turun-temurun dalam masyarakat. Namun, jika disebut agama, maka Sunda membentuk sistem kepercayaan tersendiri (Kebudayaan Sunda (suatu pendekatan sejarah), 1995).

Budaya Sunda sendiri sangat beragam, mencakup adat istiadat, pakaian tradisional, kuliner, bahasa, hingga logat daerah yang berbeda antara Priangan, Banten, maupun Cirebon. Keanekaragaman ini menunjukkan betapa kayanya budaya yang dimiliki oleh suku Sunda.

Tidak hanya mencerminkan identitas lokal yang kuat, tetapi juga memperlihatkan dinamika kehidupan sosial yang harmonis dalam keberagaman.

Budaya Sunda, dengan segala kekhasannya, menjadi warisan berharga yang patut dilestarikan dan dibanggakan oleh generasi masa kini. 

Suku Sunda dikenal memiliki loyalitas tinggi terhadap kelestarian budayanya. Kecintaan terhadap nilai-nilai tradisi dan warisan leluhur ini tercermin dalam kehidupan sehari-hari masyarakatnya.

Salah satu bukti nyata dari hal tersebut adalah masih terjaganya sejumlah kampung adat yang mempertahankan kebudayaan Sunda secara utuh.

baca juga

Contoh kampung adat yang masih mempertahankan budaya Sunda antara lain Kampung Adat Dukuh di Garut dan Kampung Adat Naga di Tasikmalaya. Keduanya menjaga tradisi leluhur, mulai dari arsitektur, sistem sosial, hingga upacara adat.

Keberadaan kampung-kampung ini mencerminkan kuatnya komitmen masyarakat Sunda dalam menjaga jati diri budaya di tengah arus modernisasi.

Namun, dewasa ini budaya Sunda hampir kehilangan jati dirinya. Hal ini disebabkan oleh pengaruh modernisasi yang mulai mencampuri kehidupan masyarakat tradisional. Sebagai contoh, di Kampung Adat Dukuh yang pernah saya teliti, tokoh adat setempat menyampaikan bahwa kampung tersebut kini mulai terpengaruh oleh teknologi. Salah satu buktinya adalah banyaknya warga yang sudah menggunakan telepon genggam. 

Padahal, pada masa lalu, komunikasi antarwarga dilakukan secara langsung dengan saling mengunjungi rumah satu sama lain.

Interaksi seperti ini tidak hanya menjadi sarana untuk menyampaikan informasi, tetapi juga menciptakan kehangatan, kedekatan emosional, serta memperkuat ikatan sosial dalam kehidupan bermasyarakat.

"Amang mah sieun kampung ieu téh laun-laun ninggalkeun adat karuhun.." (Saya takut kampung ini, lambat laun, akan meninggalkan adat nenek moyang), ucap tokoh adat tersebut kepada saya.

Pernyataan itu menunjukkan bahwa kekhawatiran terhadap keberlangsungan budaya lokal memang nyata dirasakan oleh masyarakat setempat.

Nama-nama khas Sunda kini semakin jarang digunakan, seiring kuatnya pengaruh budaya luar yang membuat nama tradisional sepertiAi, Euis, Asep, Aceng, dan Agus dipandang kuno, sebagaimana pernah disampaikan salah satu dosen di UIN Sunan Gunung Djati.

Fenomena ini terlihat dari semakin maraknya orang tua memilih nama bernuansa kebarat-baratan seperti Angel, Chelsea, atau Michel untuk anak-anak mereka.

Pergeseran ini mencerminkan perubahan nilai budaya dan identitas, ketika budaya populer global perlahan menggantikan ciri penamaan yang sejak dulu melekat pada masyarakat Sunda.

Budaya luar, yang banyak disebarluaskan melalui media massa dan digital, telah memberikan dampak signifikan terhadap cara pandang masyarakat, termasuk dalam hal identitas personal seperti pemberian nama. (Budaya populer Indonesia: diskursus global/lokal dalam budaya populer Indonesia, 2019.)

Maka, sudah menjadi kenyataan bahwa kebudayaan Sunda saat ini berada dalam posisi yang mengkhawatirkan. Modernisasi dan globalisasi membawa arus budaya barat yang masuk begitu deras ke berbagai lini kehidupan, sering kali tanpa adanya filter atau seleksi budaya yang bijak.

Akibatnya, banyak nilai-nilai luhur dan tradisi warisan leluhur yang mulai terpinggirkan, bahkan dilupakan oleh generasi muda.

Sebagai mahasiswa sekaligus bagian dari generasi muda, sudah sepatutnya kita turut berperan dalam melestarikan nilai-nilai budaya Sunda yang semakin terancam punah.

Terdapat berbagai cara yang dapat dilakukan, di antaranya adalah dengan mempelajari dan mempraktikkan budaya lokal, memanfaatkan teknologi untuk mempromosikan kebudayaan, aktif berpartisipasi dalam kegiatan kebudayaan, serta menggunakan bahasa daerah dalam kehidupan sehari-hari.

Langkah awal yang dapat dilakukan generasi muda adalah mempelajari kebudayaan Sunda secara aktif. Pemahaman terhadap seni, adat istiadat, bahasa, permainan tradisional serta nilai-nilai luhur akan menumbuhkan rasa memiliki terhadap warisan budaya.

Selanjutnya pemuda perlu mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari supaya bukan hanya sebatas mengetahui budaya, tapi menjadi seorang pelestari budaya.

Kemudian langkah kedua dapat dilakukan dengan cara memperkenalkan budaya Sunda kepada khalayak luas melalui teknologi.

Media sosial, blog, podcast, dan platform video seperti YouTube atau TikTok dapat dimanfaatkan untuk mengedukasi masyarakat mengenai kekayaan budaya lokal. 

Selanjutnya mahasiswa dapat mengikuti kegiatan budaya melalui beberapa komunitas yang tersedia. Seperti komunitas seni tradisional, atau festival dan pameran budaya.

Melalui partisipasi aktif ini mahasiswa tidak hanya menjadi penonton tetapi juga berperan sebagai pelaku pelestari budaya. 

Kemudian, langkah terakhir adalah membiasakan diri menggunakan bahasa Sunda dalam percakapan sehari-hari. Bahasa merupakan identitas budaya yang paling mudah dikenali dan menjadi cerminan jati diri suatu masyarakat. 

Penggunaan bahasa Sunda secara konsisten dalam kehidupan sehari-hari, khususnya di kalangan mahasiswa, tidak hanya memperkuat identitas budaya, tetapi juga dapat mendorong lahirnya kembali unsur-unsur budaya lainnya, seperti nama-nama khas Sunda yang mulai hilang di tengah masyarakat.

Seiring dengan meningkatnya penggunaan bahasa daerah, nama-nama Sunda pun dapat kembali populer dan diterima secara positif.

Hal ini pada akhirnya menumbuhkan rasa percaya diri di kalangan masyarakat Sunda untuk kembali menggunakan nama-nama tradisional sebagai bagian dari identitas budaya yang patut dibanggakan.

Penggunaan nama-nama tradisional tidak lagi dianggap kuno atau tertinggal, melainkan menjadi bentuk apresiasi terhadap kekayaan budaya sendiri.

Sebagai kesimpulan, budaya Sunda yang kian hari semakin tergerus oleh arus modernisasi perlu dihidupkan kembali oleh semua kalangan, terutama oleh mahasiswa yang memegang peranan penting sebagai generasi penerus bangsa.

Mahasiswa tidak hanya berperan sebagai agen perubahan, tetapi juga sebagai penjaga warisan budaya yang kaya dan bernilai luhur.

 

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

AP
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.