mengenal lambertus nicodemus palar wakil tetap indonesia pertama di pbb - News | Good News From Indonesia 2025

Mengenal Lambertus Nicodemus Palar, Wakil Tetap Indonesia Pertama di PBB

Mengenal Lambertus Nicodemus Palar, Wakil Tetap Indonesia Pertama di PBB
images info

Mengenal Lambertus Nicodemus Palar, Wakil Tetap Indonesia Pertama di PBB


Lambertus Nicodemus Palar atau LN Palar adalah Wakil Tetap Indonesia untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang pertama. Menjabat pada 1950 hingga 1953, Palar adalah sosok yang amat berjasa untuk ikut menggaungkan kemerdekaan di panggung dunia.

Babe Palar, demikian ia dipanggil, juga sempat menjabat sebagai Duta Besar Indonesia di berbagai negara sahabat, seperti India, Jerman Timur, Uni Soviet, Kanada, dan Amerika Serikat. Peran-peran pentingnya membuatnya diangkat menjadi Pahlawan Nasional pada tahun 2013 berdasarkan Keputusan Presiden No. 68/TK/Tahun 2013.

LN Palar dan Awal Geliat Perjuangannya untuk Indonesia

Perjuangan Palar untuk menggemakan Indonesia di PBB cukup unik. Lahir di Tomohon, Sulawesi Utara pada 15 Juni 1900, Palar menyelesaikan pendidikan menengah atasnya di Yogyakarta dan melanjutkannya ke Tescnische Hoogeschool te Bandoeng—saat ini menjadi Institut Teknologi Bandung (ITB).

Ia juga sempat bertemu Soekarno yang sama-sama mengemban ilmu di sana. Melansir dari Ikatan Keluarga Pahlawan Nasional Indonesia (IKPNI), Palar hanya setahun berkuliah di Bandung, tepatnya pada 1922 sampai 1923. Ia tak melanjutkan pendidikannya karena sakit.

Setelah pulih, Palar melanjutkan pendidikan tingkat tingginya di Rechts Hooge School di Batavia yang menjadi cikal bakal jurusan hukum Universitas Indonesia. Di sini, Palar mulai aktif dalam pergerakan nasional. Ia juga bergabung dengan Jong Minahasa. Kemudian, pada 1926, ia ke Belanda untuk melanjutkan pendidikannya di Gementelijke Universiteit.

Tak hanya sekolah, Palar pun bekerja di Negeri Kincir Angin tersebut, tepatnya di Kota Amsterdam. Ia banyak terlibat dalam Social Democratische Arbeider Partij (SDAP), sampai diangkat sebagai Komisi Kolonial organisasi tersebut.

baca juga

Ia pun sempat mengemban tugas sebagai direktur Perbureau Indonesia, di mana Palar mengirimkan banyak tulisan tentang sosial demokrasi dari Belanda ke pers di Hindia Belanda. Ia sempat pulang ke Tanah Air. Tak lama, Palar pun kembali ke Belanda.

Saat itu, Perang Dunia II juga sedang pecah dan Belanda sempat diduduki oleh Jerman. Palar akhirnya tidak bekerja lagi untuk SDAP dan beraktivitas di laboratorium Van der Waals sebagai gantinya. Ia juga mengajar bahasa Melayu sembari ikut dalam gerakan bawah tanah anti-Nazi Jerman yang membuatnya dihormati banyak warga Belanda saat itu.

Setelah Perang Dunia II selesai, diplomat ulung ini pun kembali aktif berpolitik dan bergabung dengan Partij van de Arbeid (PvdA)—“versi” baru dari SDAP. Tak lama setelahnya, ia bahkan terpilih sebagai anggota Tweede Kamer (Dewan Perwakilan Rakyat) dari partai PvdA.

Di Belanda, ia mendengar informasi soal kemerdekaan Indonesia. Tentu saja ia mendukung hal tersebut. Tak ketinggalan, Palar pun menjalin relasi dengan jajaran pemimpin Indonesia saat itu.

Sayangnya, sikap ini tidak mendapat dukungan dari partainya. Palar mendesak pemerintah Belanda untuk menyelesaikan konflik secara damai tanpa ada konfrontasi. Akan tetapi, parlemen justru menyetujui kebijakan Agresi Militer I pada 20 Juli 1947 untuk menyelesaikan konflik.

Pada akhirnya, setelah berdiskusi dengan Soekarno beserta jajarannya, ia pun menarik diri dari parlemen Belanda. Ini ia lakukan sebagai bentuk kecaman atas Agresi Militer I. Kemudian, pemerintah Indonesia pun memanggilnya pulang.

Singkat cerita, Palar diminta Soekarno untuk menjadi juru bicara Indonesia di PBB pada 1947. Di sinilah ia mulai berkecimpung langsung di dunia diplomasi untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.

Wakil Tetap Indonesia yang Pertama untuk PBB

Di akhir 1947, Palar membuka kantor perwakilan Indonesia di New York yang menjadi awal mula Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI), bersama Sudarpo, Soedjatmoko, dan Soemitro. Di kantor inilah ia berdiplomasi dengan amat lihai serta meminta banyak negara di forum PBB untuk mendukung Indonesia.

Suaranya begitu lantang. Ia tak mengenal lelah untuk memperjuangkan kemerdekaan yang sudah digaungkan, tetapi berusaha direbut lagi oleh Belanda. Saat itu, status Palar dan delegasi Indonesia di PBB adalah sebagai peninjau karena Indonesia baru resmi menjadi anggota organisasi tersebut pada 1950.

Setelah perjuangan yang amat panjang, pengakuan kemerdekaan pun digenggam. Pada akhirnya, Palar diangkat menjadi perwakilan Indonesia pertama di PBB. Jabatan itu ia emban sampai 1953.

Setelahnya, ia menduduki jabatan strategis lain dengan menjadi duta besar di berbagai negara. Menyadur dari Arsip Nasional RI, di tahun 1963-1965, Soekarno kembali menunjuk Palar untuk menduduki jabatan sebagai Wakil Tetap RI di PBB.

Kiprahnya di dunia diplomasi betul-betul luar biasa. Saat Indonesia keluar dari PBB, ia pun menyampaikan notifikasi resmi terkait keputusan pemerintah Indonesia itu. Palar kemudian ditunjuk sebagai Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat. Bahkan, saat Indonesia kembali ke PBB, Palar juga menjadi utusan pemerintah untuk meneruskan pesan tersebut kepada petinggi PBB.

Salah satu putra terbaik bangsa ini berpulang pada 1981. Tak salah jika ia menjadi pejuang tanpa senjata yang layak disebut sebagai diplomat ulung kebanggaan bangsa.

baca juga

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Firda Aulia Rachmasari lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Firda Aulia Rachmasari.

FA
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.