Gubernur Hidayat Arsani kembali mendorong rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) di Kepulauan Bangka Belitung. Langkah ini diambil sebagai respons atas kondisi sampah yang semakin meresahkan, terutama di kawasan perkotaan yang mengalami peningkatan timbulan sampah dalam beberapa tahun terakhir.
Proyek ini menggandeng investor dari China yang membawa teknologi pengolahan mutakhir sehingga diharapkan mampu memberi lompatan besar dalam pengelolaan sampah daerah.
Rencana ini pantas diapresiasi karena menawarkan dua manfaat sekaligus. Sampah dapat diolah dengan cepat dan bersih, sementara energi listrik dihasilkan dari proses termal yang digunakan dalam sistem PLTSa.
Dalam konteks transisi energi dan kebutuhan daerah untuk menekan ketergantungan pada bahan bakar fosil, PLTSa tampil sebagai opsi yang tampak ideal.
Potensi Keuntungan yang Besar
Keuntungan paling nyata adalah kemampuan PLTSa mengurangi volume sampah hingga 90 persen. Efeknya langsung terasa pada usia Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang semakin panjang dan kebutuhan lahan TPA baru yang semakin kecil.
Provinsi kepulauan seperti Bangka Belitung sangat bergantung pada efisiensi ruang, sehingga teknologi yang mampu menghemat lahan menjadi sangat penting.
Selain itu, PLTSa bisa memberi dorongan signifikan pada bauran energi daerah. Sampah yang sebelumnya menjadi masalah akan berubah menjadi listrik yang mengalir ke jaringan PLN. Potensi ini sejalan dengan target energi terbarukan yang sedang dikejar pemerintah pusat dan daerah.
PLTSa juga berdampak pada penurunan emisi gas rumah kaca. Sampah yang membusuk di TPA menghasilkan metana, gas yang tingkat bahayanya jauh lebih tinggi dari karbon dioksida.
Dengan mengolah sampah melalui pembakaran terkendali, pembentukan metana dapat dicegah. Proyek ini juga membuka peluang kerja baru di sektor energi terbarukan, pengangkutan, serta pengelolaan limbah.
Risiko dan Tantangan yang Tidak Bisa Dikesampingkan
Namun, rencana ini tidak dapat dipandang sebagai solusi mutlak. PLTSa datang dengan sederet tantangan dan risiko yang harus dikendalikan sejak awal. Modal pembangunannya sangat besar.
Skema pembiayaan daerah dan nasional belum sepenuhnya mampu memberikan kepastian investasi yang memadai untuk proyek sebesar PLTSa. Ketergantungan pada investor luar negeri bisa membuka risiko jangka panjang jika tata kelola tidak kuat.
Pengelolaan emisi menjadi tantangan terbesar. Teknologi PLTSa memang maju, tetapi tetap menghasilkan gas buang dan limbah padat berupa abu terbang yang berpotensi beracun. Tanpa pengawasan ketat dan sistem filtrasi kelas tinggi, residu PLTSa dapat memunculkan masalah baru seperti pencemaran udara dan tanah.
Efisiensi PLTSa juga sangat dipengaruhi kualitas sampah yang masuk. Sampah campuran dengan kadar air tinggi atau bercampur material tak sesuai akan menurunkan kinerja pembakaran.
Hal ini dapat meningkatkan biaya operasional dan menurunkan produksi listrik. Dengan kata lain, keberhasilan PLTSa sepenuhnya bergantung pada disiplin pemilahan sampah di sumbernya.
Isu lainnya adalah risiko hilangnya material daur ulang. PLTSa berpotensi membakar material berharga seperti plastik tertentu, logam, atau polimer yang seharusnya bisa didaur ulang. Proses ini dapat menghambat ekonomi sirkular yang justru ingin diperkuat pemerintah dalam jangka panjang.
Bukan Jalan Pintas, tetapi Langkah yang Perlu Dikawal
PLTSa dapat menjadi solusi penting untuk mengelola sampah dan mendukung transisi energi di Bangka Belitung. Namun, teknologi ini bukan jalan pintas.
Keberhasilan PLTSa bergantung pada perubahan perilaku masyarakat, pemilahan sampah yang konsisten, pengawasan emisi yang ketat, dan desain tata kelola yang transparan.
Pemerintah daerah harus memastikan bahwa setiap tahapan, mulai dari investasi, teknologi, hingga operasional, melibatkan ahlinya dan mematuhi standar lingkungan tertinggi.
Dalam konteks provinsi kepulauan yang rentan secara ekologis, pengawasan yang longgar dapat membawa masalah yang jauh lebih besar.
Harapan publik kini tertuju pada keberanian Gubernur Hidayat Arsani dalam mendorong solusi modern tanpa mengabaikan prinsip kehati-hatian. Jika dijalankan dengan benar, PLTSa bukan hanya mengurangi sampah, tetapi juga membuka peluang energi baru dan pekerjaan hijau untuk masyarakat Bangka Belitung.
Namun jika dilaksanakan terburu-buru, PLTSa dapat menjadi beban ekologis dan ekonomi yang sulit dipulihkan.
Kunci keberhasilan ada pada komitmen, transparansi, dan pengawasan yang ketat. Sampah bisa menjadi energi, tetapi hanya jika dikelola dengan tepat.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News