Kaum muda dan media sosial memiliki hubungan erat yang tak terpisahkan. Algoritma media sosial telah membentuk bilik-bilik nyaman bagi setiap penggunanya. Tak mungkin ada menit di mana gawai pun lepas dari genggaman. Namun siapa sangka, media sosial dan algoritmanya juga bisa berbahaya bagi demokrasi kita.
Mari Kawan, kita mengenal algoritma media sosial dan apa yang bisa dilakukan generasi muda dalam mempertahankan demokrasi digital Indonesia.
Algoritma Media Sosial: Persepsi Publik dan Realitas Politik
Algoritma pada media sosial bukan lagi sekadar mekanisme angka, ia menjadi jasa penyedia sesuai keinginan pengguna. Kawan mendapatkan rekomendasi konten video, reels, dan sebagainya merupakan produk kerja dari algoritma itu sendiri.
Tanpa disadari, apa yang ditawarkan oleh algoritma dengan mudah kita konsumsi begitu saja. Perlahan, hal ini bisa merubah persepsi kita, terutama pada suatu isu sosial atau politik.
Apabila algoritma berhasil berdampak pada khalayak ramai, bukan tidak mungkin persepsi publik dapat diarahkan dengan mudah. Pada satu sisi positif, ini dapat menjadi tren viral yang bisa berdampak baik. Namun di sisi lain, masyarakat dapat dengan mudah tergiring untuk saling membenci dan menjadi alat politik.
Tanpa pemahaman yang benar terkait algoritma, generasi muda bisa menjadi target manipulasi. Lebih luas lagi, hal ini bisa berdampak pada demokrasi yang bisa disetir oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Kreativitas Digital Kaum Muda untuk Melawan Algoritma
Demokrasi bisa tergerus bila pemuda hanya melayani algoritma. Perlawanan tentu diperlukan untuk mempertahankan demokrasi di ranah digital. Pemuda dengan berbagai kreativitasnya telah melakukan berbagai langkah dengan cara masing-masing.
Salah satu cara paling yang sering dilakukan tetapi belum disadari adalah dengan membuat meme. Meme sendiri merupakan cuplikan gambar dari berbagai media yang dimodifikasi dengan ditambah teks yang bertujuan untuk menghibur.
Walaupun terdengar sepele, meme dalam media sosial, dapat menjadi representasi kritik yang diajukan oleh para pemuda. Di satu sisi meme menjadi penghibur, di sisi lain ia dapat membawa sarkas dan satir untuk memberikan perlawanan pada arus utama. Terutama pada kebijakan pemerintah yang biasanya lengkap dengan pasukan pendengungnya.
Meme menjadi bentuk resistensi kaum muda untuk bertahan dalam arus algoritma. Dengan ini spektrum demokrasi digital paling tidak bisa terjaga melalui perlawanan dari narasi kecil di setiap bilik pengguna muda.

Gambaran demokrasi kita @picryl
Literasi Digital sebagai Benteng Pertahanan Demokrasi Kita
Tak hanya melalui hiburan, kaum muda juga harus memupuk pertahanan utama dalam melawan algoritma yang bisa semena-mena melalui literasi digital. Sekarang ini, belajar pun bisa juga melalui media sosial. Kawan bisa dengan mudah mengikuti pelbagai akun yang memberikan informasi dengan validitas tinggi, terlebih dengan cara yang menarik.
Dengan bertambahnya pengetahuan terkait algoritma dan media sosial, apalagi dengan kondisi situasi sosial politik terkini, Kawan bisa mempertahankan diri di arus algoritma yang terkadang tidak sehat.
Akun-akun yang diprakarsai oleh pemuda seperti “Bijak Memilih” saat pemilu tahun 2024, terbukti memberikan panduan yang bisa membantu mengerti kondisi demokrasi politik di saat itu. Para pemuda saling bahu-membahu sebagai relawan untuk saling menyediakan informasi calon legislatif dan eksekutif, bahkan kondisi pemilu daerah setempat.
Wujud kerjasama dan kolaborasi kaum muda menjadi kunci untuk membentuk benteng pertahanan yang kuat dalam mempertahankan demokrasi kita. Jangan sampai rekomendasi algoritma yang bisa diatur mempengaruhi persepsi publik dengan mudah.
Pemahaman terhadap algoritma media sosial bukan lagi masalah teknis tetapi pegangan yang penting bagi setiap warga negara. Algoritma bisa dengan mudah memanipulasi opini, menyembunyikan kesenjangan, mengotak-ngotakkan golongan, dan perlahan mengikis demokrasi.
Dengan Kawan menjadi pemuda yang kritis dan kreatif, algoritma dapat menjadi alat kritik, sebuah jalan untuk demokrasi partisipatoris secara digital. Perlawanan kecil ini dimulai dari gawai masing-masing untuk demokrasi Indonesia yang lebih baik.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News