ketika alam masih dijaga bencana tak perlu datang - News | Good News From Indonesia 2025

Ketika Alam Masih Dijaga, Bencana Tak Perlu Datang

Ketika Alam Masih Dijaga, Bencana Tak Perlu Datang
images info

Ketika Alam Masih Dijaga, Bencana Tak Perlu Datang


Cuaca akhir-akhir ini terasa semakin sulit ditebak. Hujan tak lagi mengenal jadwal. Ia bisa turun pagi hari saat orang bersiap bekerja, menyapa siang dengan deras, atau datang diam-diam di sore dan malam. Perubahan ini bukan sekadar keluhan obrolan warung kopi, melainkan penanda bahwa alam sedang berada dalam fase yang tidak biasa. Cuaca ekstrem menjadi bagian dari keseharian kita, membawa kecemasan sekaligus perenungan.

Di kampungku, hujan hampir turun setiap hari. Namun, hingga kini keadaan masih relatif aman dan terkendali. Tidak ada sungai yang meluap ke jalan, sawah tetap berdiri hijau tanpa terendam, dan rumah-rumah warga masih terhindar dari bencana besar.

Kondisi ini terasa kontras ketika melihat kabar dari Sumatra Utara, Sumatra Barat, dan Aceh—wilayah yang dilanda banjir dan longsor hingga ditetapkan sebagai bencana nasional. Ratusan nyawa melayang, ribuan orang kehilangan rumah, dan luka-luka tak hanya membekas di tubuh, tetapi juga di batin. 

Persawahan hijau di Kadungora-Garut/Foto : Dok. Pribadi (Agus Kusdinar)
info gambar

Persawahan hijau di Kadungora-Garut/Foto : Dok. Pribadi (Agus Kusdinar)


Garut, tempatku tinggal, dikelilingi oleh gunung-gunung yang sejak lama menjadi penjaga alami: Gunung Guntur, Papandayan, Cikuray, Haruman, dan beberapa lainnya. Gunung-gunung itu berdiri kokoh, seakan memberi isyarat bahwa keseimbangan masih terjaga. Meski hujan deras mengguyur, lerengnya tidak mudah runtuh, sungainya tetap mengalir di jalurnya, dan tanahnya masih mampu menyerap air dengan baik. Alam seperti bekerja sesuai fungsinya—tenang, sabar, dan teratur.

Sungai-sungai di kampungku masih bisa menampung debit air hujan yang tinggi. Air mengalir tanpa meluber ke jalanan. Sawah-sawah tidak berubah menjadi danau dadakan. Gunung pun tidak mengirimkan longsor ke pemukiman di bawahnya. Semua ini terasa seperti bukti sederhana bahwa ketika alam dirawat, ia akan menjaga manusia dengan caranya sendiri.

Sesungguhnya, cuaca ekstrem tidak selalu harus berujung pada bencana. Alam memiliki mekanisme untuk menyesuaikan diri. Hutan menyimpan air, tanah menyerap hujan, dan sungai mengalirkan kelebihan air menuju laut. Masalah muncul ketika ekosistem itu dirusak. Hutan ditebang tanpa perhitungan, sungai dipenuhi sampah, dan bantaran sungai dipadati bangunan liar. Pada titik itulah air kehilangan ruangnya. Ia tidak berniat mengganggu manusia, tetapi terpaksa meluap karena jalannya dirampas.

Bencana, dalam banyak kasus, adalah cermin dari ulah manusia sendiri. Ketika keserakahan mengalahkan kepedulian, alam merespons dengan caranya yang keras. Penebangan liar, pertambangan yang abai terhadap dampak lingkungan, serta pembangunan yang menafikan daya dukung alam, perlahan mengumpulkan amarah ekologis. Saat hujan datang lebih deras dari biasanya, akumulasi kerusakan itu meledak menjadi banjir dan longsor.

Tragedi di Sumatra seharusnya menjadi pengingat bersama. Cuaca ekstrem memang faktor penting, tetapi kehancuran lingkungan memperparah segalanya. Jika alam dijaga, bencana mungkin tetap terjadi, namun tidak akan sedahsyat yang kita saksikan hari ini. Sayangnya, upaya menjaga lingkungan sering kali hanya dibebankan kepada masyarakat kecil, mereka yang justru dampaknya paling besar, tetapi kontribusi kerusakannya paling kecil.

Sosialisasi tentang pentingnya menjaga alam seharusnya juga diarahkan kepada para pemegang kuasa: pengusaha besar, pemilik modal, dan pengambil kebijakan. Mereka memiliki peran besar dalam menentukan arah pembangunan. Tanpa keberanian menegur dan mengatur pihak-pihak ini, pesan pelestarian lingkungan akan selalu timpang.

Perswahan dan sungai yang masih terjaga di Kadungora-Garut/Foto : Dok. Pribadi/Agus Kusdinar
info gambar

Perswahan dan sungai yang masih terjaga di Kadungora-Garut/Foto : Dok. Pribadi/Agus Kusdinar


Alam bukan musuh, melainkan sahabat yang setia jika diperlakukan dengan kasih sayang. Mencintai alam berarti menghargai batas-batasnya, memahami kemampuannya, dan tidak memaksanya menanggung beban yang berlebihan. Ketika kita merawat hutan, sungai, dan tanah dengan sungguh-sungguh, alam pun akan merawat kita.

Mari kita jaga bersama lingkungan hidup, bukan sekadar sebagai slogan, tetapi sebagai tindakan nyata. Karena di tengah cuaca yang kian tak menentu, harapan kita untuk hidup aman dan berkelanjutan hanya bisa bertumpu pada satu hal: keseimbangan antara manusia dan alam.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

AK
KG
Tim Editorarrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.