Banyak mahasiswa merasa terpaksa selalu aktif dan berpretasi tanpa jeda, sehingga menimbulkan stress dan kelelahan mental yang berdampak negatif pada kesejahteraan psikologis mereka. Ketakutan akan ketertinggalan FOMO(Fear of lossing moment) membuat individu merasa lebih baik mengorbankan waktu istirahatnya untuk beraktivitas dibanding beristirahat.
Menurut sebuah studi oleh Deloitte dalam Tsabita (2023) 77 % orang pernah mengalami burnout dalam melakukan pekerjaannya dan 42% meninggalkan pekerjaannya karena mengalami kelelahan. Faktor ini disebabkan oleh produktivitas yang seharusnya membuat seseorang senang dengan kegiatan yang ia lakukan tetapi justru membuatnya tertekan.
Ketika produktivitas tidak terkendali, dapat berubah menjadi racun yang merusak kesehatan mental dan fisik, menghancurkan hubungan sosial, dan mengurangi kualitas hidup, sehingga perlu diwaspadai dan diatasi dengan strategi yang efektif untuk mencapai keseimbangan antara produktivitas dan kesejahteraan mental.
Ada lho, cara ampuh untuk menghindari toxic productivity. Terdapat 3 cara utama untuk menyeimbangkan antara produktivitas dan kesejahteraan mental dalam buku Time Management and Productivity : How to Optimize Your Time and Achieve Maximum Results(2023), karya Owen Jones. Yuk, kita pahami bersama!
Pertama: Memahami Nilai Waktu
Waktu adalah aset paling berharga yang kita semua miliki, meskipun kondisi dan ritme setiap individu berbeda-beda. Penggunaan waktu yang baik bukan dari seberapa banyak kita menghasilkan pekerjaan, tetapi bagaimana kita dapat merencanakan, mengatur, dan menetapkan prioritas agar produktivitas kita tidak menekan diri kita.
Cara kita menggunakan waktu tidak hanya memengaruhi pencapaian tujuan, tetapi juga berdampak langsung dengan kesejahteraan mental kita. Dengan pengelolaan waktu yang baik, kita dapat mengurangi stres, meningkatkan fokus, dan menjaga stabilitas mental.
Di tengah kehidupan yang modern dan penuh distraksi, kemampuan mengatur waktu menjadi alat penting untuk melindungi kesehatan psikologis dan tetap produktif tanpa mengorbankan kesehatan mental.
Kedua: Identifikasi Gaya Produktivitas Anda: Bagaimana Bekerja Cerdas, Bukan Bekerja Keras
Setiap individu memiliki gaya produktivitas yang berbeda-beda, dipengaruhi oleh ritme biologis, kebiasaan berpikir, tingkat energi, dan cara merespons tekanan. Oleh karena itu, kunci utama meningkatkan produktivitas bukanlah menambah jam kerja atau jam kegiatan ataupun memaksakan diri, melainkan mengenali pola pikir pribadi lalu menyesuaikan strategi manajemen waktu dengan pola tersebut. Inilah makna kerja cerdas, bukan kerja keras.
Hal ini menekankan pentingnya self-awareness. Dengan memahami gaya produktivitas sendiri, seseorang dapat menetapkan prioritas yang tepat, menyusun jadwal yang realitas, serta menghindari kelelahan mental.
Pendekatan ini membuat pekerjaan terasa lebih terarah dan bermakna. Dengan demikian, produktivitas bukan hanya menghasilkan output yang bagus, tetapi terdapat keseimbangan antara produktivitas dan kesejahteraan mental.
Ketiga: Menetapkan Tujuan dan Prioritas: Strategi untuk Fokus dan Kejelasan
Produktivitas yang efektif tujuannya harus yang spesifik, realitas, dan bermakna secara personal. Menurut Owen (2023) banyak orang merasa sibuk, tetapi tidak benar-benar produktif karena mereka tidak memiliki tujuan yang terdefinisi dengan baik.
Penetapan prioritas dipandang sebagai kunci utama untuk bekerja keras, dengan menyusun prioritas berdasarkan kepentingan dan dampaknya terhadap tujuan utama, seseorang dapat mengalokasikan waktu dan energi secara lebih bijak. Fokus diberikan pada tugas yang memberikan hasil terbesar, sementara tugas yang kurang penting dapat ditunda, didelegasikan, atau bahkan dihilangkan.
Dengan mengetahui apa yang benar-benar ingin dicapai dan apa yang paling penting untuk dikerjakan, seseorang tidak hanya menjadi lebih produktif, tetapi juga lebih tenang secara psikologis karena waktu yang dimiliki selaras dengan nilai dan tujuan hidupnya.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News


