sempurna atau gagal pilihan sebagai anak pertama - News | Good News From Indonesia 2025

Sempurna atau Gagal, Pilihan sebagai Anak Pertama?

Sempurna atau Gagal, Pilihan sebagai Anak Pertama?
images info

Sempurna atau Gagal, Pilihan sebagai Anak Pertama?


"Anak pertama juga hidup untuk pertama kali, tetapi mengapa tidak ada yang mengarahkan?”

Setidaknya sekali seumur hidup pertanyaan tersebut pernah singgah di kepala para anak pertama. Menjadi anak tertua, membuat mereka sering melakukan banyak hal sendirian, terlebih sejak hadirnya adik-adik.

Namun, terbiasa tidak berarti bisa. Anak pertama juga masih meraba jalan yang harus mereka tapaki. Mereka bukanlah seorang anak yang tidak perlu dikhawatirkan, melainkan seorang anak yang terpaksa untuk tidak mengkhawatirkan.

Menjadi seorang kakak tidak hanya sebuah urutan lahir. Ada beban tidak terlihat yang turut mendampingi. Anak pertama dituntut untuk menjadi contoh terbaik sekaligus penunjuk arah bagi adik-adiknya.

Merekalah yang membukakan jalan dengan menebangi berbagai semak belukar yang belum pernah dilewati siapapun. Karena itulah mereka begitu takut salah melangkah, sebab di belakang, ada jejak yang menyertai.

baca juga

Sebagai anak tertua, keinginan untuk membanggakan orang tua sering menjadi kompas untuk mereka ikuti. Begitupun orang tua yang menaruh harapan besar pada anak pertama, hingga tanpa disadari harapan tersebut menjadi parasit yang menyesakkan. Dari berbagai tanggung jawab, harapan, serta tuntutan besar, rasa takut akan kegagalan perlahan tumbuh.

Mereka merasa ada banyak mata yang menunggu, memastikan apakah langkahnya akan menjadi keberhasilan atau kegagalan yang harus dipertanggungjawabkan.

Ketakutan yang semakin menumpuk, perlahan akan mulai menjadi luka yang menyakiti diri sendiri hingga orang yang disayang. Namun, luka tersebut tidak harus dihadapi sendirian. Kita dapat mulai belajar untuk mengenali diri, memahami rasa takut itu dan belajar berdamai dengannya.

Hidupmu adalah Milikmu

Seiring berjalannya hidup, anak pertama sulit memiliki kendali atas hidupnya. Hampir semua keputusan kerap bergantung pada ekspektasi orang lain. Hal ini berhubungan dengan Self-Determination Theory yang disampaikan oleh Deci dan Ryan (2000, American Psychologist), bahwa lingkungan dapat menghambat perkembangan diri.

Di dalam artikel tersebut, Deci dan Ryan menjelaskan bahwa manusia pada dasarnya mampu untuk membuat keputusan serta jalan hidup sendiri.

Ketika manusia terhambat dalam proses membuat pilihan atas hidupnya, seperti kebanyakan anak pertama, artinya lingkungan berperan dalam membentuk ketakutan akan kegagalan pada anak pertama.

baca juga

Berani Berkenalan dengan Ketakutan

Kegagalan sering menjadi lubang tak kasat mata yang menghantui anak pertama. Mereka terbiasa ragu melangkah atau bahkan berdiam di tempat. Penelitian yang dilakukan oleh Mutia dan Sayang, 2021 dari Universitas Sriwijaya, menunjukkan bahwa harapan orang tua menjadi salah satu penyebab ketakutan akan kegagalan pada anak pertama.

Namun, ketakutan yang dibiarkan tidak akan menyelesaikan masalah, justru menghambat berbagai hal yang ingin dicapai. Mutia dan Sayang menekankan bahwa anak pertama dapat mulai mengubah harapan orang tua sebagai motivasi alih-alih menjadi beban.

Hal ini sesuai dengan Self-Determination Theory Deci dan Ryan (2000, American Psychologist) yang menyebutkan bahwa manusia dapat mengelola tuntutan lingkungan menjadi motivasi.

Memangnya Mengapa jika Gagal?

Tidak ada salahnya mencoba menerima kegagalan sebagai bagian dari perjalanan hidup. Menurut Yahya (2021, Jurnal Teologi Amreta), seseorang harus memiliki growth mindset agar terus berkembang, bahkan dalam menghadapi kegagalan.

Dengan pola pikir ini, seseorang dapat melihat kegagalan sebagai kesempatan untuk belajar dan meningkatkan kualitas diri.

baca juga

Jadikanlah hidupmu tidak seperti taruhan atas ekspetasi orang lain. Tentukan langkahmu sendiri, terima dan hadapi segala kegagalan yang mendatangimu. Tidak ada salahnya untuk gagal.

Kenyataannya, hidup tidak selalu berjalan sesuai keinginan. Walau perlahan, mulailah mengatasi ketakutan akan kegagalan dengan melatih pola pikir yang sehat dan mengelolanya menjadi motivasi untuk berkembang.

Beban di pundakmu sudah cukup berat, maka berbaik hatilah pada dirimu sendiri. Teruntuk kamu si anak pertama, semoga segera bertemu waktu yang berhasil meringankan hatimu.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

ZY
KG
Tim Editorarrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.