Di SMA Trensains Muhammadiyah Sragen, Al-Qur’an tidak dipelajari tanpa memahami konteks. Di sana, santri tidak serta merta menerima ayat, tapi juga berpikir tentang mengapa dan bagaimana.
Oleh karena itu, para siswa sekaligus santri di SMA Trensains Muhammadiyah Sragen sudah dikenalkan dengan filsafat sebagai bekal berpikir kritis. Filsafat dipakai agar siswa terbiasa bertanya, menalar, dan tidak mudah puas dengan jawaban dari buku teks.
Di sini, berpikir kritis adalah sebuah kewajiban, bukan ancaman.
Bukan Sekadar Sekolah Berbasis Pesantren
Minggu, 5 November 2013, menjadi hari bersejarah bagi Sragen. Kabupaten yang berada di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur ini resmi memiliki sebuah sekolah Islam dengan pendekatan yang unik. Sekolah tersebut berbasis pesantren, tetapi tidak seperti pesantren modern pada umumnya.
Namanya SMA Trensains Muhammadiyah Sragen. Sekilas sih memang sebagaimana sekolah berbasis pesantren pada umumnya. Tapi kalau ditelusuri lebih jauh, banyak keunikan yang diterapkan di Trensains.
Di sekolah ini, ilmu agama dan ilmu modern disatukan dalam satu kerangka berpikir. Para santri diproyeksikan bukan hanya paham agama, tetapi juga kuat secara logika dan sains.
Saat peresmian sekolah, Abdul Mu’thi menyampaikan bahwa kehadiran Trensains diharapkan dapat melahirkan ilmuwan seperti Ibnu Sina dan Ibnu Rusyd. Keduanya adalah tokoh Islam yang alim dalam agama, tetapi juga unggul dalam kedokteran, filsafat, dan sains.
“Dengan adanya Trensains kita berharap bisa melahirkan kembali sosok Ibnu Sina yang ahli agama tapi di saat yang sama juga ahli dalam bidang ilmu kedokteran dan filsafat. Begitu juga Ibnu Rusyd yang mahir akan keintelektualan ilmu fikih tapi tidak buta akan filsafat dan ilmu-ilmu lainnya. Penemuan angka nol, pemetaan geografi bumi, optik, kedokteran, itu semua mempunyai rahim dari keintelektualan kaum muslim yang harus kita raih kembali,” katanya.
Trensains Itu Apa Sebenarnya?
Trensains merupakan akronim dari Pesantren Sains. Sesuai namanya, SMA Trensains Muhammadiyah mengembangkan pendidikan sains kealaman yang berpijak pada Al-Qur’an.
Sains kealaman di sini mencakup fisika, biologi, kimia, dan matematika. Namun pelajaran-pelajaran itu tidak diajarkan sebagai ilmu yang berdiri sendiri. Sains digunakan sebagai alat untuk membaca ayat-ayat kauniyah, yakni ayat-ayat Al-Qur’an yang berbicara tentang alam semesta.
Artinya, ketika belajar fisika atau biologi, santri tidak hanya mengejar nilai atau rumus. Mereka diajak melihat alam sebagai tanda, sebagai sesuatu yang bisa dipikirkan, diteliti, dan dikaitkan dengan wahyu.
Pendekatan inilah yang menjadi ciri khas Trensains dan membedakannya dari pola pendidikan pesantren modern pada umumnya.
Kurikulum Unifikasi di SMA Trensains Muhammadiyah
Untuk menjalankan gagasan tersebut, SMA Trensains Muhammadiyah menerapkan Kurikulum Unifikasi. Unifikasi berarti penyatuan. Dalam konteks Trensains, ini merujuk pada upaya menyatukan Islam dan sains, dua bidang yang sering dikotak-kotakkan seolah tidak saling berhubungan.
Secara teknis, kurikulum Unifikasi menggabungkan kurikulum pendidikan nasional dengan kurikulum pesantren sains. Standar nasional tetap diterapkan agar para santri bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang formal mana pun. Nah, kurikulum pesantren memberi ciri khas tersendiri berupa pendalaman Al-Qur’an, bahasa, dan cara berpikir ilmiah berbasis tauhid.
Secara isi, Kurikulum Unifikasi bertumpu pada tiga hal: Al-Qur’an, sains, dan bahasa.
Ketiganya tidak dapat dipisahkan. Al-Qur’an menjadi sumber nilai dan arah berpikir. Sains dipakai untuk memahami alam. Bahasa—terutama Arab dan Inggris—digunakan untuk menalar teks wahyu sekaligus membaca pengetahuan modern.
Belajar bahasa bukan hanya supaya bisa berkomunikasi, tetapi supaya bisa berpikir dan memaknai dari kata yang digunakan.
Matematika dan Filsafat, Bukan Sekadar Pelajaran
Di Trensains, matematika tidak diperlakukan sebagai mata pelajaran yang nonaplikatif. Konsep seperti limit, diferensial, dan integral dipakai untuk melatih cara berpikir yang runtut dan mendasar.
Filsafat pun mendapat ruang yang cukup. Santri dikenalkan pada sejarah filsafat sejak Yunani awal, juga pada berbagai aliran pemikiran. Tujuannya agar santri paham bahwa sains dan setiap teori punya latar belakang cara berpikir tertentu.
Dengan bekal ini, santri diharapkan tidak asal menerima sains modern, tetapi mampu menimbang mana yang sejalan dengan nilai Islam, mana yang perlu dikritisi.
Di saat banyak sekolah yang menjauh dari filsafat, Trensains memilih mengajarkannya sejak dini.
Lulusannya Mau Jadi Apa?
Berbeda dari pesantren pada umumnya, Trensains tidak hanya menyiapkan lulusannya menjadi ulama syariah. Sekolah ini ingin melahirkan ulama dengan spesialisasi sains, baik di bidang teknologi, kedokteran, maupun ilmu kealaman lainnya.
Oleh karena itu, santri dituntut menguasai bahasa Arab dan Inggris, kuat dalam matematika dan sains, serta memahami hubungan antara agama dan ilmu pengetahuan. Mereka juga dibekali pemahaman ayat-ayat kauniyah yang berkaitan langsung dengan isu-isu sains.
Kemampuan itu asah sedemikian rupa agar para lulusan sekolah tersebut dapat melanjutkan studi ke perguruan tinggi unggulan, di dalam maupun luar negeri.
Seperti yang tertulis di laman resminya, SMA Trensains Muhammadiyah Sragen berikhtiar menyiapkan Ibnu Sina abad ke-21—generasi yang membaca ayat-ayat semesta dengan akal, iman, dan akhlak.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News


