Direktorat Jenderal Bea dan Cukai kini tengah berada dalam tekanan besar untuk membuktikan kinerjanya menyusul munculnya wacana pembekuan institusi yang disampaikan melalui Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa pada November 2025.
Sebagai langkah, lembaga ini mulai memperketat fungsi pengawasan dan pelayanan guna menghindari terulangnya sejarah pembekuan otoritas kepabeanan seperti yang pernah terjadi pada era Orde Baru.
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai, Nirwala Dwi Heryanto, menjelaskan bahwa salah satu lompatan besar yang diambil adalah pengembangan sistem pengawasan terintegrasi berbasis kecerdasan buatan (artificial intelligence).
Teknologi ini dirancang khusus untuk mendeteksi secara otomatis praktik under invoicing atau pelaporan nilai barang yang lebih rendah dari harga pasar riil, yang selama ini menjadi celah kebocoran penerimaan negara.
“Upaya perbaikan tersebut mencakup penguatan kultur organisasi, peningkatan kinerja, pelayanan serta penguatan fungsi pengawasan, khususnya di pelabuhan dan bandara,” jelas Nirwala pada Selasa (30/12/2025).
Agenda reformasi ini tidak hanya menyasar sistem teknologi, tetapi juga menyentuh aspek sumber daya manusia dan sarana fisik. Sepanjang tahun 2025, Bea Cukai telah melakukan perombakan struktur pada laboratorium dan pangkalan operasi untuk memastikan penindakan dilakukan secara lebih terukur.
Pengetatan ini juga diiringi dengan peningkatan kualitas layanan masyarakat untuk merespons kritik publik yang masuk selama satu tahun terakhir.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News
